Minggu, 05 Desember 2021

Kuah Air Mata, Pentigraf Karya Bapak Darsa

Air mata (Dok. Klikdokter)

Pentigraf Kuah Air Mata Karya Darsa, S. Pd. SD dari UPTD SDN 3 Pengauban Lelea Indramayu 



Selesai sholat Maghrib, aku merasa lapar. Aku melangkah menuju dapur. Di dapur cuma ada nasi, tidak ada lauk dan sayur. Sambal pun tidak ada. Aku ambil sepiring nasi dan sedikit garam. Aku taburkan garam di atas nasi dan dicampur biar ada sedikit rasa. 


Dengan membawa sepiring nasi, aku melangkah menuju kamar tidur. Kebetulan arah menuju ke ruang itu, aku melewati ruang tamu. Di ruang ini aku melihat kakak perempuanku sedang duduk di atas kursi tamu yang sudah tua. Kakakku seorang janda tanpa anak. Entah apa yang ia kerjakan aku tidak tahu. Aku teruskan langkahku menuju kamar tidur tanpa peduli apa yang sedang dilakukan kakakku. 


Di kamar tidur hanya ada tempat tidur, lemari pakaian, dan meja untuk belajar. Kesemuanya sudah tua dan tidak layak untuk dipakai. Di atas meja ada beberapa buku buat aku belajar dan sebuah lampu minyak. Aku letakkan piring nasi dan gelas air minum di atas meja itu. Kemudian aku duduk di atas kursi kayu yang juga sudah usang. Dengan cahaya lampu minyak yang tidak terlalu terang, aku baru tahu kalau nasi yang hendak aku nikmati adalah nasi aking. Tapi mau bagaimana lagi hanya ini yang ada. Dengan sangat terpaksa aku nikmati nasi aking ini meskipun tenggorokan sedikit menolak. Sambil makan tak terasa air mataku merembes dan menetes di atas nasi yang aku makan. Tetesan demi tetesan akhirnya nasi menjadi basah oleh air mata. Suara kecil yang keluar dari mulut aku rupanya terdengar oleh kakakku yang berada di ruang tamu. Dia pun masuk ke kamar tidurku. Dia bertanya "Kenapa kamu ini ". Aku diam tak menjawab. Kakakku semakin mendekat dan mengulang pertanyaan yang sama. Aku tak tahan. Aku bangun dan langsung mendekapnya " Kaaaak... ". Dia memeluk aku dengan erat. Dalam pelukan kakakku tangis ku meledak. Kakakku juga menangis. Dengan suara yang parau, kakak aku berbisik " Inilah nasib kita yang ditinggal oleh seorang Ibu. Kita hidup sengsara. Kita hidup miskin. Kita makan dan minum seadanya. Kamu harus janji jangan sampai anak keturunan kita nanti mengalami nasib seperti kita. Sudah cukup kita yang mengalaminya "  Tangisku semakin menjadi.

1

1 komentar: